Sunday 24 July 2016

Perdebatan Kebijakan Aktivis/Non Aktivis

Semua ahli ekonomi memiliki tujuan kebijakan yang serupa – mereka ingin meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga – dan mereka seringkali memiliki pandangan yang berbeda terkait bagaimana kebijakan harus dilaksanakan. Aktivis mengacu pada mekanisme koreksi diri melalui penyesuaian  upah dan penyesuaian harga sebagai hal yang sangat lambat dan karenanya melihat kebutuhan bagi pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang aktif, akomodatif dan diskresi untuk menghilangkan pengangguran tinggi kapanpun hal ini terjadi. NonAktivis, sebaliknya, percaya bahwa performa perekonomian akan menjadi lebih baik jika pemerintah menghindari kebijakan aktif untuk menghilangkan pengangguran. Kami akan mengeksplorasi perdebatan kebijakan aktivis/nonaktivis dengan mula-mula melihat respon kebijakan apa yang mungkin terjadi ketika perekonomian mengalami pengangguran tinggi.

2.4.1 Respon terhadap Pengangguran/Pengangguran Tinggi
Seandainya pembuat kebijakan mengkonfrontasi sebuah perekonomian yang telah bergerak ke titik 1’ dalam Figur 11. Pada titik ini, output Y1 agregat lebih rendah dibandignkan tingkat alamiah, dan perekonomian menderita karena tingginya pengangguran. Pembuat kebijakan memiliki dua pilihan yang tepat: Jika mereka termasuk nonaktivis dan tidak melakukan apa-apa, kurva penawaran agregat pada akhirnya bergeser ke kanan sejalan dengan waktu, menggerakkan perekonomian dari titik 1’ ke titik 1, dimana full employment dipulihkan. Alternatif aktivis berusaha untuk menghilangkan pegangguran tinggi dengan berusaha menggeser kurva permintaan agregat ke arah kanan ke AD2 dengan mengejar kebijakan ekspansionary (sebuah peningkatan dalam penawaran uang, peningkatan dalam pengeluaran pemerintah, atau penurunan pajak). Jika pembuat kebijakan dapat menggeser kurva permintaan agregat ke AD2 secara instan, perekonomian dengan segera akan bergerak ke titik 2, dimana terdapat pekerja yang penuh. Meski demikian, beberapa tipe lags mencegah pergeseran cepat ini untuk terjadi.
1.    Data lag adalah waktu yang dibutuhkan oleh pembuat kebijakan untuk memperoleh data yang mengatakan kepada mereka apa yang sedang terjadi di dalam perekonomian. Data yang akurat dalam hal GDP, misalnya, tidaklah tersedia hingga beberapa bulan setelah kuartal yang bersangkutan usai.
2.    Recognition lag adalah waktu yang dibutuhkan bagi pembuat kebijakan untuk merasa pasti tentang apa yang ditunjukkan oleh data tentang jalur masa depan perekonomian. Misalnya, untuk meminimalkan kesalahan, National Bureau of Economic Research (organisasi yang secara resmi mengantisipasi tanggal siklus bisnis) tidak akan mendeklarasikan perekonomian sedang mengalami resesi hingga setidaknya enam bulan setelah mereka menentukan resesi pertama telah dimulai.


Gambar 7. pilihan diantara kebijakan Aktivis dan Non-aktivis
Ketika ekonomi berpindah ke titik 1’, pembuat kebijakan mempunyai dua pilihan kebijakan: kebijakan nonaktif tidak ada yang melakukan dan membiarkan ekonomi kembali ke titik 1atau penggeseran  kebijakan aktif ke kurva jumlah pendapatan AD2 berpindah ke titik 2 ekonomi.

3.    Legislative lag mewakili waktu yang dibutuhkan untuk meloloskan legislasi dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan tertentu. Legislative lag tidak eksis untuk kebanyakan tindak kebijakan moneter seperti misalnya operasi pasar terbuka. Hal ini dapat menjadi cukup penting bagi implementasi kebijakan fiskal, dimana hal ini bisa membutuhkan waktu sekitar enam bulan hingga satu tahun untuk mendapatkan legislasi diloloskan terkait mengubah pajak atau pengeluaran pemerintah.
4.    Implementation lag adalah waktu yang dibutuhkan bagi pembuat kebijakan untuk mengubah instrumen kebijakan setelah mereka memutuskan kebijakan yang baru. Sekali lagi, lag jenis ini tidaklah penting untuk melakukan operasi pasar terbuka karena trading desk the Fed dapat membeli atau menjual obligasi segera setelah diperintahkan demikian oleh Federal Open Market Committee (FOMC). Mengimplementasikan kebijakan fiskal secara aktual bisa jadi akan membutuhkan waktu, misalnya; membuat agensi-agensi pemerintah untuk mengubah kebiasaan pengeluaran mereka akan membutuhkan waktu, sama halnya dengan perubahan dalam hal pajak
5.    Effectiveness lag  adalah waktu yang dibutuhkan bagi kebijakan untuk bisa secara aktual memberikan dampak terhadap perekonomian. Sebuah elemen penting dari sudut pandang ahli moneter adalah bahwa effectiveness lag untuk perubahan dalam uang beredar akan panjang dan bervariasi (dari beberapa bulan hingga beberapa tahun). Keynesian biasanya memandang kebijakan fiskal sebagai hal yang memiliki effectiveness lag yang lebih pendek dibandingkan dengan kebijakan moneter (kebijakan fiskal membutuhkan kurang lebih setahun hingga efeknya dapat dirasakan), tapi terdapat ketidakpastian yang substansial terkait seberapa lama lag ini.
2.4.2 Posisi Aktivis dan NonAktivis
Sekarang kita memahami pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi keputusan para pembuat kebijakan terkait apakah akan menganut kebijakan aktivis atau non aktivis, kita bisa memeriksa kapan masing-masing kebijakan ini akan lebih disukai.
•    Kasus untuk sebuah Kebijakan Aktivis
Pendukung aktivis, seperti para Keynesian, memandang upah dan proses penyesuaian harga sebagai hal yang sangat lambat. Mereka menganggap kebijakan nonaktivis sebagai hal yang mahal, karena pergerakan lambat dari perekonomian untuk tiba di pekerja yang penuh akan menghasilkan kerugian output yang besar. Namun, meski adanya lima lags yang dideskripsikan sebelumnya menghasilkan penundaan sekitar satu atau dua tahun sebelum kurva demand/permintaan agregat bergeser ke AD2, kurva penawaran agregat akan cenderung bergerak sangat sedikit selama masa ini. Jalur yang tepat untuk dikejar oleh para pembuat kebijakan adalah sebuah kebijakan aktivis yang menggerakkan perekonomian.
•    Kasus untuk sebuah Kebijakan NonAktivis
Nonaktivis, seperti para ahli moneter, memandang upah dan proses penyesuaian harga sebagai hal yang lebih cepat dibandingkan para aktivis dan menganggap kebijakan nonaktivis sebagai kebijakan yang lebih murah karena output akan segera kembali ke tingkat alamiah. Mereka menyatakan bahwa seorang aktivis, mengakomodasi kebijakan yang menggerakkan kurva permintaan agregat ke AD2 adalah hal yang sangat mahal, karena hal ini akan menghasilkan lebih banyak volatilitas dalam tingkat harga dan output. Alasan volatilitas ini adalah bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menggeser kurva permintaan agregat ke AD2 sangatlah substansial, dimana proses penyesuaian upah dan harga akan lebih cepat terjadi. Sehingga sebelum kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, kurva penawaran agregat akan bergeser ke kanan ke AS2, dan perekonomian akan bergerak dari titik 1’ ke titik 1, dimana perekonomian telah kembali ke tingkat alamiah output Yn. Setelah penyesuaian ke kurva AS2 selesai dilakukan, pergeseran kurva permintaan agregat ke AD2 akhirnya akan terjadi, mengarah pada perekonomian ke titik 2’ di perpotongan antara AD2 dan AS2. Output agregat di Y2 kini lebih besar dibandingkan level tingkat natural (Y2’ > Yn), sehingga kurva penawaran agregat kini akan bergeser ke kiri kembali ke AS1, menggerakkan perekonomian ke titik 2, dimana output sekali lagi berada di tingkat alamiah.
Meski kebijakan aktivis pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian ke titik 2 seperti yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan, hal ini akan mengarah pada sebuah sekuen titik ekuilibrium – 1’, 1, 2’, dan 2 – dimana output dan tingkat harga telah menjadi sangat bervariasi: Output melampaui level targetnya Yn, dan tingkat harga akan turun dari P1’ ke P1 dan kemudian naik ke P2’, dan pada akhirnya ke P2. Karena variabilitas ini tidak diinginkan, pembuat kebijakan akan lebih baik mengejar kebijakan non aktivis, yang menggerakkan perekonomian ke titik 1 dan meninggalkannya disana.
2.4.3 Ekspektasi dan Perdebatan Aktivis/NonAktivis
Analisa inflasi kami di tahun 1970an menunjukkan bahwa ekspektasi mengenai kebijakan bisa menjadi elemen yang penting dalam proses inflasi. Memungkinkan ekspektasi mengenai kebijakan untuk mempengaruhi bagaimana upah ditentukan (proses penentuan upah) memberikan sebuah alasan tambahan untuk memilih sebuah kebijakan nonaktivis.
•    Apakah Penghargaan Mendukung Pendekatan NonAktivis?
Apakah kemungkinan bahwa ekspektasi mengenai kebijakan memiliki arti bagi proses penentuan upah yang memperkuat kasus untuk sebuah kebijakan nonaktivis? Kasus untuk sebuah kebijakan aktivis menyatakan bahwa dengan upah yang lamban dan penyesuaian harga, kebijakan aktivis mengembalikan perekonomian ke pekerja penuh pada titik 2 jauh lebih cepat dibandingkan untuk mencapai pekerja penuht di titik 1 dibawah kebijakan nonaktivis. Meski demikian, argumen aktivis tidak memungkinkan (1) bahwa ekspektasi mengenai kebijakan memang memiliki arti bagi proses penentuan upah dan (2) bahwa perekonomian mungkin pada awalnya bergerak dari titik 1 ke titik 1’ karena adanya sebuah upaya bagi pekerja untuk meningkatkan upah mereka atau guncangan penawaran negatif yang menggeser kurva penawaran agregat dari AS2 ke AS1.
Kelebihan utama dari sebuah kebijakan nonaktivis, dimana para pembuat kebijakan tidak berusaha untuk menggeser kurva permintaan agregat dalam merespon cost push, adalah bahwa kebijakan ini akan mencegah inflasi. Seperti yang diuraikan dalam Bagan 4, hasil dari sebuah dorongan keatas terhadap upah dalam kebijakan nonaktivis akan menjadi sebuah periode pengangguran diatas tingkat alamiah, yang pada akhirnya akan menggeser kurva penawaran agregat dan level harga kembali ke posisi awalnya. Kritik utama mengenai kebijakan nonaktivis ini adalah bahwa perekonomian akan mengalami periode pengangguran yang panjang ketika kurva penawaran agregat bergeser ke kiri. Para pekerja mungkin tidak akan mendorong untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi jika mereka tahu bahwa kebijakan tidak akan mengakomodasi, karena keuntungan upah mereka akan mengarah pada sebuah periode pengangguran yang panjang. Sebuah kebijakan nonaktivis mungkin tidak hanya memiliki kelebihan dalam mencegah terjadinya inflasi tapi juga memiliki benefit tersembunyi dalam mengecilkan pergeseran ke kiri kurva penawaran agregat jangka pendek yang tidak mendukung yang menyebabkan pengangguran yang berlebih (excessive unemployment).
Sebagai kesimpulan, jika opini pekerja mengenai apakah kebijakan yang mengakomodasi atau tidak mengakomodasi ini memiliki arti bagi proses penentuan upah, kasus untuk kebijakan nonaktivis akan jauh lebih kuat.
•    Apakah Ekspektasi Mengenai Kebijakan Memiliki Arti bagi Proses Penentuan Upah?
Jawaban bagi pertanyaan ini sangatlah krusial untuk memutuskan apakah kebijakan aktivis atau nonaktivis lebih disukai dan karenanya menjadi sebuah topik riset terkini para ahli ekonomi, tapi bukti yang ada masih belum konklusif. Kita bisa bertanya apakah ekspektasi mengenai kebijakan memang mempengaruhi perilaku orang-orang dalam konteks yang lain. Informasi ini akan membantu kita untuk tahu apakah ekspektasi berkenaan dengan apakah kebijakan termasuk mengakomodasi adalah hal yang penting bagi proses penentuan upah.
    Seperti yang diketahui oleh negosiator yang bagus, meyakinkan lawanmu bahwa kau akan bersifat tidak akomodatif termasuk hal yang krusial untuk mendapatkan sebuah kesepakatan yang bagus. Jika kau menawar dengan seorang penjual mobil over price, misalnya, kau harus meyakinkannya bahwa kau bisa saja mundur dari kesepakatan dan membeli sebuah mobil di sisi lain kota. Prinsip ini juga berlaku dalam melakukan kebijakan luar negeri – merupakan keunggulanmu untuk meyakinkan lawanmu bahwa kau akan pergi berperang (menjadi tidak akomodatif) jika permintaanmu tidak dipenuhi. Serupa dengan ini, jika lawanmu berpikir bahwa kau akan mengakomodasi, dia jelas akan mengambil kelebihan darimu. Terakhir, siapapun yang memiliki kesepakatan dengan anak usia dua tahun tahu bahwa lebih banyak yang kau berikan (menggunakan kebijakan yang mengakomodasi), semakin menuntut-lah si anak. Ekspektasi orang-orang mengenai kebijakan memang akan mempengaruhi perilaku mereka. Sebagai akibatnya, cukup masuk akal untuk menganggap bahwa ekspektasi mengenai kebijakan juga akan mempengaruhi proses penentuan upah.

No comments:

Post a Comment