Friday 22 July 2016

Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia dan Beberapa Negara



2.1    Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia
2.1.1    Perkembangan Laju Inflasi dan Penyebab Inflasi di Indonesia
Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tahun 1992-2008



Laju Inflasi
(%)
Indeks Harga Konsumen
(%)
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
4.94
9.77
9.24
8.64
6.47
10.27
77.55
2.01
9.35
12.55
10.00
5.10
6.40
17.11
6.60
6.70
9.05
365.37
379.12
393.46
408.12
419.91
441.91
540.38
544.36
563.28
591.06
616.04
629.90
792.90
798.59
817.26
829.91
921.08

 Sumber : Statistik Indonesia Dari Berbagai Edisi (diolah)

Secara umum, inflasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kenaikan jumlah uang beredar, kenaikan harga BBM, depresiasi kurs rupiah, dan masalah struktural ekonomi.Salah satu masalah struktural yang menjadi penyebab tingginya inflasi di Indonesia adalah besarnya pergerakan harga pada kuartal terakhir (Oktober-Desember).
2.1.2    Cara Pemerintah Mengatasi Inflasi di Indonesia
Pemerintah indonesia lebih cenderung memakai instrumen moneter sebagai  alat untuk mengatasi inflasi,misalnya dengan mekanisme politik pasar terbuka atau mengubah cadangan minimum. Namun pendekatan moneter untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek akan lebih baik diterapkan pada negara yang telah maju perekonomiannya bukan pada negara berkembang seperti Indonesia. Jadi apabila pendekatan moneter dipakai sebagai alat utama mengendalikan inflasi di Indonesia maka hal itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah inflasi yang berkarakteristik panjang.
   
2.1.3    Peranan Bank Sentral dalam Mengendalikan Laju Inflasi di Indonesia
Strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah : 1) mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, 2) menentukan sasaran akhir kebijakan moneter, 3) mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi, 4) memformulasikan respon kebijakan moneter.
Hal  ini  semakin  dimantapkan  ketika  pada  tahun  2004  Bank  Indonesia  dan  pemerintah bersama-sama menetapkan target inflasi untuk jangka waktu beberapa tahun kedepan. Untuk  meningkatkan  transparansi,  Bank  Indonesia  melakukan  komunikasi kebijakan moneter  yang dilakukan secara periodik. Komunikasi dilakukan dalam bentuk pengumuman  dan  penjelasan  pencapaian  sasaran  inflasi,  kerangka  kerja  dan  langkah-langkah kebijakan moneter yang akan dan sedang diambil, jadwal rapat dewan gubernur, dan  lain-lain.  Sedangkan  untuk  meningkatkan  akuntabilitas,  Bank  Indonesia  melakukan laporan  pertanggungjawaban  kebijakan  moneter  yang  disampaikan  kepada  DPR. Pertanggungjawaban  dilakukan  dengan  penyampaian  secara  tertulis  maupun  penjelasan langsung  atas  laporan  tersebut  secara  triwulan  dan  aspek-aspek  tertentu  kebijakan moneter yang dianggap perlu untuk dikomunikasikan.

2.1.4    Dampak Inflasi bagi Masyarakat di Indonesia
Inflasi sebagai suatu gejala ekonomi tentunya akan memiliki dampak terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Inflasi menyebabkan harga-harga barang yang dikonsumsi naik, sementara pendapatan masyarakat tidak mengalami kenaikan. Sehingga dengan keadaan seperti ini maka akan terjadi perubahan pola konsumsi pada masyarakat seperti: 1) kuantitas konsumsi berkurang, misalkan dari kebiasaan membeli 5 buah menjadi 3 buah saja, 2) adanya peralihan merk dari barang yang dikonsumsi menjadi barang yang murah
Dampak inflasi terhadap produsen untuk memproduksi menjadi menurun, penurunan disebabkan oleh alasan berikut: 1) kenaikan harga mengurangi kemampuan produsen untuk membeli faktor produksi misalnya bahan baku. Kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan jumlah produksi berkurang, 2) tingginya tingkat bunga pada saat inflasi menyebabkan produsen kesulitan memperluas produksi, 3) munculnya suatu sikap dari produsen yang bersifat spekulatif diantaranya mengarahkan modalnya pada investasi baru, dan kewajiban memproduksi berkurang, akan mengarah terjadinya PHK

2.2    Perkembangan Laju Inflasi di Beberapa Negara
2.2.1    Perkembangan Laju Inflasi di Thailand
A.    Perkembangan Laju Inflasi dan Penyebab Inflasi di Thailand
Pada  tahun  2002  laju  inflasi  sebesar  0,7%  sedangkan  inflasi  inti  sebesar  0,4%.Pada  tahun  2003,  inflasi  IHK  berada  pada  level  1,8%  sedangkan  inflasi  inti  tetap rendah yaitu sebesar 0,2%.Pada  tahun  2004,  laju  inflasi  IHK meningkat drastis mencapai angka 2,7% sedangkan inflasi inti berada pada tingkat 0,4%.Sedangkan  pada  tahun  2005  terjadi  lonjakan  yang  sangat  besar  pada  inflasi  IHK,  yaitu mencapai  4,5%  sedangkan  inflasi  inti tetap  rendah  pada  level  1,6%.Pada  tahun  2007,  kondisi  perekonomian  cenderung  kembali  normal  dimana  baik inflasi IHK maupun inflasi inti yaitu berurutan sebesar 2,3% dan 1,1%.Namun, sebagai dampak dari krisis global, pada tahun 2008 tingkat inflasi IHK kembali melonjak drastis menjadi 5,5%, sedangkan inflasi inti naik menjadi 2,4%. Melonjaknya tingkat inflasi ini juga diiringi dengan melemahnya mata uang baht Thailand.
Faktor  yang menyebabka inflasi  adalah: 1) Adanya penurunan permintaan agregat  2)Baht  yang  terus  terapresiasi,  3)  relatif rendahnya  pengaruh  kebijakan administered  price.  4) kenaikan harga minyak domestik, 5) kenaikan produk pertanian akibat bencana alam, 6) kenaikan biaya energi yang berimbas pada kenaikan biaya-biaya lain  terutama  biaya  transportasi,  dan  7) adanya  kenaikan  cukai  atas  minuman  berakohol dan  rokok

B.    Cara Pemerintah Mengatasi Inflasi dan Peranan Bank Sentral dalam Mengendalikan Laju Inflasi di Thailand
Rezim  nilai  tukar  mengambang  yang  berlaku  di Thailand  sejak  2  Juli  1997 diterapkan demi mencegah ketidakseimbangan yang muncul dari kegiatan pembangunan secara berlebihan, sehingga dapat mencegah risiko terjadinya krisis berkala besar. Hal ini dilakukan  agar  pergerakan  nilai  tukar  dapat  sejalan  dengan  fundamental  ekonomi.  Bank sentral akan melakukan intervensi hanya jika dibutuhkan untuk mencegah volatilitas nilai tukar  yang  berlebihan,  dan  agar  target  kebijakan  ekonomi  dapat  tercapai.
Ketika  terjadi  krisis  Asia  1997,  Thailand  mendapatkan  bantuan  dari  IMF  yang berupa  program-program  bantuan  finansial.  Selama  itu,  BOT  mengadopsi  penargetan monetary  base,  dimana  BOT  melakukan  penargetan  atas  jumlah  uang  beredar  untuk menjaga kestabilan makroekonomi yang disertai dengan pertumbuhan berkelanjutan dan stabilitas harga. Dengan metode ini, bank sentral menerapkan jumlah uang beredar  yang dapat  mencapai  suatu  tingkat  inflasi  yang  diinginkan.

C.    Dampak Inflasi bagi Masyarakat di Thailand
Secara umum dampak inflasi bagi masyarakat Thailand sama seperti di semua negara dimana inflasi tersebut memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

2.2.2    Perkembangan Laju Inflasi di Fiiliphina
A.    Perkembangan Laju Inflasi dan Penyebab Inflasi di Filiphina
Inflasi aktual pada tahun 2002 sebesar 3% dan tahun 2003 sebesar 3,5%, Baru pada tahun 2004, inflasi aktual naik menjadi 6%,  pada  tahun  2005,  sebesar 7,6%, melebihi target yang ditetapkan yaitu 5-6%. Hal ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya  adalah  kenaikan harga minyak  dunia  yang menyebabkan naiknya harga minyak  domestik  dan  penyesuaian  upah  minimum,  kenaikan  harga  daging  yang disebabkan  oleh  naiknya  permintaan  terhadap  daging  sebagai  dampak  dari  merebaknya virus flu burung, dan faktor iklim yang  menyebabkan  kekurangan  output  pada  beras  dan  jagung,yang juga  mengakibatkan  tekanan  harga  yang  tinggi  pada  kedua  produk  tersebut.Tingkat  inflasi  sempat  mengalami  kemajuan  pada  tahun  berikutnya,  dimana  tingkat inflasi menjadi  hanya  sebesar  2,8%,  lebih  rendah  daripada  targetnya.  Keberhasilan  ini dicapai  dengan  pembangunan  berkelanjutan  pada  sektor  pertanian  dan  adanya  reformasi pada value added tax (RVAT). Akan tetapi di tahun 2008 tingkat inflasi justru melonjak menjadi 9,3% sebagai dampak dari krisis global.

B.    Cara Pemerintah Mengatasi Inflasi dan Peranan Bank Sentral dalam Mengendalikan Laju Inflasi di Filiphina
Seperti  Thailand,  pada  awalnya  Filipina  menerapkan monetary  base  target  dalam kebijakan  moneternya. Metode  ini  kemudian  dimodifikasi  untuk  lebih  fokus  kepada stabilitas  harga.  bank sentral beralih kepada inflation targeting pada 24 Januari 2000, dimana Monetary Board selaku  pembuat  kebijakan  BSP  menyetujui  peralihan  kebijakan  moneter  tersebut.  BSP menetapkan  target  inflasi  yang  diinginkan  untuk  mencapai  kestabilan  harga,  dimana tercapainya target ini menjadi tanggung jawab penuh BSP sendiri, walaupun pemerintah turut  aktif  berpatisipasi  dalam  kebijakan  tersebut.
Ada  beberapa  syarat  agar  penetapan inflation  targeting di  Filipina  dapat  efektif. Penetapan  target  inflasi  dilakukan  oleh  suatu  badan  pemerintah  yang  bernama Development Budget Coordinating Committee (DBCC). DBCC menetapkan target inflasi dua  tahun  kedepan  setelah  berkoordinasi  dengan  BSP.  Ukuran  inflasi  yang  digunakan  BSP dihitung  oleh  suatu  badan  statistik  pemerintah  yang  bernama National  Statistic  Office (NFO).  Sedangkan  target  inflasiyang  ditetapkan  biasanya  berbentuk kisaran  dalam  persen  dengan  interval  kurang  lebih  sebesar  1%.  Seperti  misalnya  pada tahun 2006 dimana target inflasi adalah berkisar antara 4-5%.

C.    Dampak Inflasi bagi Masyarakat di Filiphina
Secara umum dampak inflasi bagi masyarakat Filiphina sama seperti di semua negara dimana inflasi tersebut memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau. Masyarakat banyak yang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

2.2.3    Perkembangan Laju Inflasi di Selandia baru
A.    Perkembangan Laju Inflasi dan Penyebab Inflasi di Selandia baru
Sejak diterapkan dari tahun 1990 hingga sekarang, inflation targeting terbukti berdampak positif  terhadap  perekonomian  Selandia  Baru.Akan  tetapi,  ketika  memasuki  tahun  2000an,  berbagai shock  eksternal  cukup mengganggu  kestabilan  harga  di  Selandia  Baru,  seperti  yang  terjadi  di  negara-negara lainnya  yang  mengadopsi inflation  targeting.  Fenomena  tersebut  adalah  kenaikan  harga minyak  dunia  di  akhir  tahun  2005  yang  mengakibatkan  tingkat inflasi  naik  dari  tahun sebelumnya  sebesar  2,5%  menjadi  sebesar  3,4%,  bahkan  sempat  menyentuh  4%  pada Juni  2006. Naiknya harga minyak dunia membuat tingkat inflasi Selandia Baru mencapai tingkat tertinggi selama periode inflation targeting , yaitu sebesar 5,1%.

B.    Cara Pemerintah Mengatasi Inflasi dan Peranan Bank Sentral dalam Mengendalikan Laju Inflasi di Selandia baru
Untuk  mencapai  sasaran  laju  inflasi  yang  telah  disepakati,  Reserve Bank of New Zealand  menetapkan sasaran  operasional  dan  sasaran  antara  untuk  menjalankan  OCR (Operation  Cash  Rate) sebagai  instrumen  moneternya. Sebagai  sasaran  operasional,  RBNZ  mengendalikan likuditas perbankan (cash settlement) pada level tertentu (saat ini sekitar 5 juta dolar per hari  ).  Apabila  level settlement  cash tidak  sesuai  dengan  sasaran  yang  ditetapkan,  pada kondisi likuditas ketat RBNZ akan membeli government bills di pasar uang melalui OPT dan  menjualnya  pada  kondisi  longgar.  Upaya  pengendalian cash  settlement  akan mempengaruhi  tingkat  suku  bunga cash  rate dan  selanjutnya  akan  mempengaruhi  suku bunga treasury bill 90 hari.

C.    Dampak Inflasi bagi Masyarakat di Selandia baru
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

2.2.4    Perkembangan Laju Inflasidi Singapura
Perkembangan laju inflasi mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2010 yaitu, 2006 : 0,8%, 2007: 3,7%, 2008: 5,6%, 2009: -0,6%, 2010: 4,6%. Singapura mengalami inflasi dengan sebab-sebab tertentu.Dimana penyebab-penyebab tersebut ditanggalungangi oleh pemerintah dengan kebijakan-kebijkan tertentu.Tidak selama inflasi itu buruk, tetapi kadang-kadang inflasi diharapkan oleh Negara tertentu untuk menstabilkan perekonomian suatu Negara tersebut.
Salah satu sumber inflasi adalah kebijakan moneter ekspansif . Ketika bank sentral meningkatkan pasokan uang,  menyebabkan meningkatnya permintaan untuk barang dan jasa . Ketika permintaan meningkat tidak bisa dipenuhi oleh pasokan , harga naik , menyebabkan inflasi.

2.2.5    Perkembangan Inflasi di Zimbabwe
Meskipun ekonomi tumbuh rata-rata lebih dari 4% per tahun antara 1980-1990.Dekade berikutnya melihat pertumbuhan yang lebih, tapi ini semua berubah pada tahun 2000. Hasil dari program 'land reform' tidak mendistribusikan tanah pertanian subur cukup cepat, yang sampai saat itu telah ditetapkan oleh aturan “Saya beli, Anda harus jual”, Robert Mugabe mulai paksa mendistribusikan properti pada tahun 2000. Hal ini sering disebut program 'fast-track land reform'.
Disinilah merupakan titik balik utama bagi perekonomian mereka.Pertanian merupakan ekspor utama Zimbabwe, dan banyak peternakan yang sebelumnya memproduksi dan mengekspor tanaman di luar negeri kini dialihkan ke tangan orang lain, dalam banyak kasus, peternakan mereka berada di tangan pejabat pemerintah yang tidak tahu bagaimana bertani. Inflasi pada tahun 2000 di Zimbabwe lebih dari 55%, tetapi hanya satu tahun kemudian pada tahun 2001 inflasi telah mencapai lebih dari 112%.
Tanah terus didistribusikan, modal terbang keluar negeri.Investor kehilangan kepercayaan yang diinvestasikan ke Zimbabwe, dan tidak ingin mengambil risiko memiliki modal mereka terikat dengan rezim Mugabe.Inflasi pada tahun 2003 adalah 598%.Dolar Zimbabwe mulai runtuh.
Dengan barang esensial yang diimpor ke Zimbabwe, serta melemahnya mata uang mereka membuat produk lebih mahal untuk dibeli seperti makanan dan tempat tinggal. Pada tahun 2006, Dr Gideon Gono, kepala The Reserve Bank of Zimbabwe, melakukan 're-evaluasi, "di mana mata uang baru akan dicetak. Dolar 'Baru' itu bernilai sekitar 1000 dolar.Inflasi pada tahun 2006 adalah 1.281%.Hal itu tidak sedikit untuk memulihkan kepercayaan kepada investor, atau konsumen. Kejadikan tersebut akhirnya diberlakukan 'redenominasi,'. Setelah adanya redenominasi, inflasi pada tahun 2007 sebesar 66.212%, dan hingga pada tahun 2008 penggunaan mata uang Zimbabwe ditangguhkan. Dalam salah satu cetakan kedua, catatan ini mendapat perhatian internasional : Setiap redenominasi merupakan pukulan untuk kepercayaan investor di Zimbabwe, dan hanya melihat modal hilang di negara itu. Dengan 'redenominasi' ketiga,  perekonomian Zimbabwe sudah menjadi 'dolar' asli menggunakan Dolar Amerika Serikat sebagai mata uang utama. Ini adalah awal dari spiral yang melanda Zimbabwe, akhirnya mata uang mereka ditinggalkan.
Setelah inflasi menjadi tidak terkendali, butuh waktu untuk memulihkan perekonomian Zimbabwe.Contoh tersebut juga ditakutkan oleh Federal Reserve serta alasan bahwa Bank of Japan tidak memulai kebijakan yang lebih agresif mengenai pelonggaran awal resesi ekonomi mereka.Inflasi dapat menjadi hal yang baik, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi lebih bergairah.
Kecemburuan sosial antara kaum putih dan hitam yang mungkin sudah ada sebelumnya, mungkin juga diciptakan, pada masa pergolakan menjadi terbuka bagi penjarahan kekayaan.Isu tanah muncul kembali.Zanu, partai yang berkuasa menyebutkan bahwa 70% dari tanah yang diusahakan secara komersial dikuasai oleh kaum putih yang jumlahnya hanya 1% dari populasi.Dan pada tahun 2000 Robert Mugabe mulai menjarahi tanah-tanah pertanian milik orang putih yang produktif dan terampil untuk dibagikan kepada orang hitam yang tidak mampu mengolah tanah alias tidak cakap.Akibatnya produksi pangan jatuh.Mugabe dan gengnya yang berwawasan sosialisme berpikir bahwa bertani dengan baik bisa dilakukan oleh semua orang.Tetapi nyatanya tidak.Zimbabwe yang dulunya terkenal sebagai eksportir bahan pangan untuk negara-negara sekitarnya mengalami krisis pangan sampai sekarang.Singkatnya, bagi Zimbabwe sosialisme adalah jalan dari eksportir pangan ke krisis pangan dan kelaparan dalam masa kurang dari 5 tahun.
Walaupun hanya 4000 petani kulit putih yang dizalimi karena tanahnya dibagi-bagikan kepada kaum kulit hitam, tetapi dampaknya adalah peningkatan tingkat pengangguran sampai 80%.Mayoritas yang kena dampaknya adalah orang kulit hitam yang katanya mau dimakmurkan.Untuk membiayai pemerintahannya Mugabe mencetak uang seakan tidak ada hari esok.Hiperinflasi memanggang Zimbabwe.Tahun 2008 mencapai 11.2 juta % atau 11,200,000%.Denominasi uang kertas yang beredar makin banyak nolnya.Yang terakhir adalah pecahan Z$100,000,000,000 (100 milyar dollar Zimbabwe).Sangking parahnya inflasi, sampai-sampai pemerintah tidak mengumumkan lagi tingkat inflasi ini dan pecahan uang Z$100 milyar ditarik dari peredaran.Krisis demi krisis berlangsung.Pemerintahannya menjadi sangat represif.Banyak warga Zimbabwe mengungsi ke negara-negara tetangganya.
Krisis pangan di Zimbabwe termasuk yang paling parah dalam peradaban manusia.Life expectancy, harapan hidup rakyat Zimbabwe turun dari 60 tahun menjadi 37 tahun saja.Angka yang paling rendah di dunia.Ini terjadi di negara yang dulunya eksportir pangan. Jaman apartheid lebih baik dari pada jaman kesetaraan warna kulit!
Ringkasnya: Diawali dengan rasa iri yang terpendam dan bisa dieksploitasi terhadap sukses kaum produktif berkulit putih. Ini dianggap sebagai isu atau problem yang harus diselesaikan.Politikus kemudian memanas-manasi dengan isu ketimpangan kemakmuran dan memberi impian pemerataan kemakmuran melalui landreform paksa.Ketidak-bijaksanaan (campur tangan di bidang ekonomi) dilakukan.Asset berpindah secara paksa dari kaum produktif ke kaum kurang terampil baik dari kalangan kroni birokrat atau rakyat biasa.Akibatnya banyak tanah menjadi tidak produktif dan akhirnya terjadi krisis pangan.Ini merupakan problem baru sedangkan problem lama – yaitu membuat kaum kulit hitam lebih makmur, belum selesai, bahkan semakin parah.
Pemerintah kemudian melakukan ketidak-bijaksanaan lagi, mencetak uang untuk membiayai proyek-proyek pengentasan kemiskinan.Akibatnya terjadi inflasi 2.2 juta% sampai 11.2 juta% per tahunnya di tahun 2008.

2.2.6    Perkembangan Inflasi di Negara Timor Leste
A.    Perkembangan Inflasi danPenyebab Inflasi
Pada  masa pemerintahan transisi tersebut, beberapa mata uang mulai beredar di Timor-Leste, seperti  Australian  Dollar,  Portuguis Escudo,  Singapore Dollar, USD, serta  Rupiah Indonesia di  mana telah menimbulkan  inefisiensi  dan masalah pada sistem pembayaran. Oleh karena itu, UNTAET setelah berdiskusi dengan National Consultative Council (NCC) of Timor-Leste dan menerima saran dari IMF kemudian menetapkan dan menuangkan di dalam Hukum Dasar Negara Timor-Leste,  United State Dollar  (USD) sebagai  mata uang resmi (legal tender) bagi Timor-Leste (IMF Country Report no. 05/250, June 2005).
Tujuan dari memilih USD sebagai mata uang Timor-Leste selain untuk menghilangkan masalah risiko pada kurs mata uang juga untuk menjaga  stabilitas makroekonomi,  diantaranya adalah stabilitas harga  atau  inflasi. Ternyata perkembangan inflasi di Timor-Leste tidak sepenuhnya berjalan sesuai yang diharapkan selama ini, di  mana lonjakan  inflasi pernah mencapai 17  persen  pada bulan Februari 2007 dan  terakhir pada bulan Desember 2011.  Di sisi lain,  terlihat adanya keganjalan di  mana terjadi peningkatan pertumbuhan anggaran belanja pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun terakhir,  namun tidak diikuti adanya pengaruh terhadap inflasi, terlebih pada tahun 2009 di mana pernah terjadi deflasi hampir selama dua trimester.

Ada dua fenomena menarik lain yang terjadi di Timor-Leste sehubungan dengan inflasi,  yaitu yang terjadi pada tahun 2008 di  mana terjadi krisis pangan dan melonjaknya harga minyak dunia. Ternyata krisis pangan dunia yang terjadi pada tahun 2008  tampaknya  tidak  begitu  memiliki pengaruh pada inflasi di Timor-Leste. Hal itu dapat dilihat pada perkembangan inflasi yang terjadi selama periode tersebut  (dibandingkan bulan  Februari 2007). Selain itu,  harga minyak dunia yang terjadi pada tahun 2008 mengalami kenaikan cukup tinggi,  sehingga mengakibatkan harga bahan bakar minyak naik  dan sebagai akibatnya  biaya transportasi meningkat. Akan tetapi tidak kelihatan pengaruhnya terhadap inflasi di Timor-Leste.  Diketahui bahwa  Timor-Leste memiliki dependensi yang cukup besar terhadap  impor, termasuk impor bahan-bahan makanan dan bahan bakarminyak.  Dari kedua fenomena tersebut,  ingin  ditinjau  sejauh  mana  kedua  faktortersebut memiliki pengaruh terhadap inflasi di Timor-Leste.

B.    Peranan Bank Sentral Dalam Mengendalikan Inflasi Di Timor Leste
Tujuan utama  Bank  Sentral Timor-Leste adalah mencapai dan mempertahankan  stabilitas harga domestik (Dasar Hukum Bank Sentral Timor-Leste No. 5/2011: pasal 4).  Masalah fluktuasi inflasi yang terus menerus atau tidak stabil dan terus mengalami peningkatan akan mengganggu perekonomian suatu negara. Inflasi yang merupakan refleksi dari  harga, di  mana harga-harga terus mengalami perubahan naik atau turun tidak menentu akan mengganggu perilaku para konsumen. Selain itu juga akan memberikan ekspektasi yang kurang jelas bagi para produsen,  sehingga akan mengganggu produksi barang maupun jasanya.
Pada tahun 2001,  dengan bantuan  United Nation Development Project (UNDP),  Departemen  Statistik  Pemerintahan  Transisi  Timor-Leste melakukan survei  pengumpulan data  harga konsumen serta  menentukan  sejumlah  basket  dan bobot dari masing-masing komponen  indeks harga konsumen  Timor-Leste.  Dari hasil survei  tersebut diketahui bahwa bobot yang diwakili oleh komponen makanan (food) memiliki persentase  share  terbesar yaitu 56,7  persen, sedangkan perumahan, pakaian dan pelayanan masing-masing menempati  share  sekitar 10,2persen, 8,9  persen  dan 7,9  persen  berturut-turut.  Transportasi dan komunikasi berkisar antara 4,2 persen sebagaimana Tabel 1.1.


Dari hasil survei  yang ditunjukkan pada  Tabel  1.1  tersebut,  dapat ditarik sebuah analisis sederhana bahwa ternyata pada tahun 2001 tersebut kebanyakan masyarakat Timor-Leste lebih memilih untuk mengkonsumsi jenis konsumsi yang merupakan kebutuhan dasar  yang paling utama,  yaitu makanan.  Hal itu dapat dilihat  dari  persentase bobot komponen makanan tersebut, sedangkan  sebagian kecil dari masyarakat memilih melakukan konsumsi pada jenis atau komponen konsumsi yang lain dengan jumlah relatif kecil.

C.    Cara Pemerintah Mengatasi Inflasi dan Dampak Inflasi Terhadap Masyarakat
Disadari bahwa inflasi merupakan salah satu indikator ekonomika makro yang sangat penting dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, maka  Pemerintah Timor-Leste berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga stabilitas inflasi tersebut.  Namun  dengan menetapkannya USD sebagai mata uang resmi Timor-Leste berarti menghilangkan salah satu peranan  bank sentral sebagai otoritas moneter, yang seharusnya memiliki kewajiban penuh dalam melaksanakan kebijakan moneter untuk mengontrol stabilitas harga. Dengan demikian hal tersebut akan lebih menjadi tanggung jawab pemerintah.
Setelah  hampir  10 tahun penggunaan USD sebagai mata uang resmi Timor–Leste, ingin  ditinjau kembali apakah tujuan dari mengadopsi USD dapat tercapai sepenuhnya dengan baik. Artinya bahwa apakah keadaan makroekonomi, terlebih keadaan inflasi di Timor-Leste benar-benar stabil dengan dolarisasi.Sebagaimana  negara-negara di dunia, Pemerintah Timor-Leste juga memiliki beberapa tujuan dalam menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja negara, salah satunya adalah mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Agar tujuan dimaksud dapat terwujud dengan baik maka pemerintah Timor-Leste dalam tahun-tahun terakhir menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansionis, pengeluaran pemerintah meningkat cukup tajam pada periode-periode tersebut.
Sekalipun  Pemerintah  Timor-Leste sudah melakukan pengeluaran  sebesar mungkin, terlebih pada sektor investasi, akan tetapi tidak diharapkan produktivitas akan mendatangkan hasil  dengan seketika dan ternyata kebanyakan pengeluaran pemerintah  masih berdampak pada peningkatan impor,  baik barang maupun jasa.Hal ini dapat dikatakan bahwa perekonomian Timor-Leste belum mampu menyerap seluruh pengeluaran yang dilakukan pemerintah.
Untuk itu, perlu ditinjau sejauh mana pengaruh dari kebijakan pengeluaran pemerintah yang meningkat tajam tersebut  berpengaruh  terhadap  perkembangan inflasi di  Timor-Leste  dan apakah pengeluaran pemerintah tersebut telah mendorong sektor swasta dalam meningkatkan produktivitas domestik dan pertumbuhan ekonomi,  sehingga dapat memenuhi  supply  barang-barang yang  dibutuhkan atau diminta oleh konsumen Timor-Leste.  Dengan demikian terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang yang dapat berpengaruh positif terhadap stabilitas harga dan inflasi. Dengan kata lain,  apakah pertumbuhan ekonomi Timor-Leste dapat/telah menekan laju inflasi?  Sebaliknya,peningkatan pengeluaran tersebut justru terus meningkatkan impor termasuk impor bahan-bahan makanan dan  bahan bakar  minyak,  di  mana perubahan harga internasional dari pada barang-barang impor tersebut dapat memiliki pengaruh terhadap inflasi dalam negeri Timor-Leste. Peningkatan pada jumlah barang yang diimpor  jelas akan meningkatkan permintaan mata uang asing dan akan berakibat pada depresiasi mata uang dalam negeri,  sehingga akan memberikan kontribusi naiknya harga-harga barang impor yang selanjutnya pada inflasi dalam negeri.
Oleh karena impor  berhubungan dengan  kurs  nilai mata uang maka  perlu ditinjau juga apakah perubahan kurs nilai mata uang USD terlebih terhadap major trading partner  berpengaruh terhadap inflasi domestik  Timor-Leste,  termasukmenganalisis  pengaruh  perubahan harga-harga pada  major trading partner terhadap inflasi di Timor-Leste.
Pengeluaran pemerintah  yang cukup besar ternyata telah  berdampak pada perkembangan jumlah uang beredar  di Timor-Leste. Perkembangan jumlah uang beredar  dari tahun ke tahun terus meningkat, sekalipun persentase pertumbuhannya terlihat menurun.  Akan tetapi, sekilas dapat dilihat bahwa perkembangan jumlah uang beredar (M2)  pada tahun-tahun terakhir  tidak sejalan dengan  perkembangan inflasi.  Terlihat pada  Gambar  1.2 pertumbuhan  jumlah uang beredar pada tahun 2010-2011 menurun, sebaliknya inflasi naik.

2.2.7    Perkembangan Inflasi di Brasil
A.    Perkembangan Inflasi di Brasil



No
Tahun
Inflasi
1
2006
3,1%
2
2007
4,5%
3
2008
5,9%
4
2009
4,3%
5
2010
5,9%
6
2011

7
2012

8
2013
5,7%


Laju perkembangan inflasi di Brazil dimulai dari tahun 2006 sebesar 3,1%, angka ini mengalami kenaikan pada tahun 2007 sebesar 4,5%. Dan kemudian mengalami kenaikan lagi pada tahun 2008 sebesar 5,9%. Pada tahun 2009, inflasi ini mengalami penurunan Brasil sebesar 4,3% dan naik lagi sebesar 5,9% ditahun 2010.  Pada tahun 2013 inflasi tahunan tetap sesuai dengan perkiraan sekitar 5,71 persen. Para ekonom memprediksi harga konsumen tahun depan kemungkinan akan naik 5,68 persen, melebihi perkiraan 100 lembaga keuangan sebesar 5,60 persen.

B.    Penyebab Inflasi di Brasil
Penyebab utama kenaikan inflasi di Brasil kehilangan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga ( Selic ) meskipun tingkat inflasi melonjak melampaui target inflasi asli. Selain itu Ekonomi  di Brazil telah tumbuh lebih cepat dibandingkan dekade sebelumnya , sementara harga barang ( minyak, mineral ) , jasa dan pekerjaan ( gaji , pekerjaan khusus ) perlu untuk mencocokkan pertumbuhanyang naik tersebut. Kurangnya investasi dalam pendidikan berarti bahwa meskipun ada lowongan pekerjaan anmun terdapat orang-orang yang tidak memiliki keterampilan dibeberapa bidang. Kurangnya investasi di bidang infrastruktur berarti bahwa transportasi semakin banyak dan biaya energi meningkat . Bahkan tingkat kejahatan meningkat berpengaruh karena itu berarti bahwa perusahaan harus menginvestasikan lebih banyak uang tidak dalam rantai produktif, tetapi dalam menjamin keamanan aset mereka dan orang-orang . Selian itu  birokrasi yang berlebihan dan pajak yang tinggi juga menjadi penyebabnya. Kekeringan di beberapa bagian negara juga menciptakan inflasi.

C.    Peranan Pemerintah dan Bank Sentral Dalam Mengendalikan Inflasi di Brasil
Peranan pemerintah dalam mengatasi inflasi di Brasil adalah menggunakan pendekatan kebijakan target.Pendekatan kebijakan ini dimulai oleh Negara Selandia Baru kemudian diikuti oleh Negara Brasil.Target inflasi ini dicapai melalui penyesuaian berkala kepada Bank Sentral suku bunga target. Tingkat bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat antar bank di mana bank meminjamkan kepada satu sama lain untuk keperluan arus kas. Tergantung pada negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa disebut uang bunga.Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu menggunakan operasi pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target suku bunga dipertahankan konstan akan bervariasi antara bulan dan tahun. Target suku bunga biasanya ditinjau secara bulanan atau kuartalan oleh komite kebijakan.Perubahan target suku bunga dibuat sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar dalam upaya untuk memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap pada jalur untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan.Para ekonom mengharapkan pemulihan ekonomi ringan di Brasil tahun 2013.Namun, masih tingginya inflasi memaksa bank sentral menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang dari rekor terendah.

D.    Dampak Inflasi Bagi Masyarakat di Brasil
Inflasi menjadi hal sangat krusial bagi masyarakat Brasil. Dikarenakan dengan adanya inflasi tersebut secara otomatis akan meningkatkan harga barang-barang kebutuhan sedangkan tidak diimbangi dengan pendapatan yang meningkat oleh masyarakat di Brasil.  Nilai mata uang di Brasil semaikin menurun.Biaya transportasi pun meningkat, kemudian menimbulkan berdampak pada penggunaan energy yang banyak pula.Tingkat kejahatan di Brasil juga meningkat akibat dari adanya inflasi.Selain itu ekspor juga mengalami penurunan dikarenakan perekonomian domestik tertekan oleh inflasi.

2.2.8    Perkembangan Laju Inflasi di Amerika
A.    Perkembangan Laju Inflasi di Amerika

1
2006
2,5%
2
2007
4,1%
3
2008
-0,0%
4
2009
2,8%
5
2010
1,4%


Pada tahun 2006 inflasi di Amerika mencapai 2,5%, kemudian naik pada tahun 2007 sebesar 4,1%. Pada tahun 2008 inflasi yakni -0,0%, disususl kemudian pada tahun 2009 inflasi mencapai 2,8 %. Dan pada tahun 2010 inflasi mencapai 1,4%.

B.    Penyebab-Penyebab Inflasi di Negara Amerika
Penyebab inflasi di Amerika Serikat adalah kenaikan harga-harga komoditas, khususnya sektor energi (seperti minyak, gas, dan batubara) dan sektor pertanian (seperti gandum, beras, jagung, dan minyak nabati).pencetakan lebih banyak uang oleh pemerintah , peningkatan produksi dan biaya tenaga kerja , tingkat bunga kredit yang tinggi , penurunan nilai tukar , peningkatan pajak atau perang , bisa menyebabkan inflasi.
C.    Cara Pemerintah dan Peranan Bank Sentral untuk Mengatasi Inflasi
Cara yang paling penting bahwa " Fed " mengendalikan jumlah uang beredar adalah dengan menyesuaikan suku bunga - tingkat tinggi mencegah meminjam uang , yang menyebabkan kurang inflasi. The " Fed " dapat menurunkan suku bunga untuk merangsang pinjaman , yang mendorong belanja konsumen .Perpajakan telah lama menjadi subjek sensitif dalam politik Amerika .

D.    Dampak Inflasi Terhadap Masyarakat di Amerika
Peningkatan tingkat harga umum menyiratkan penurunan daya beli mata uang . Artinya, ketika tingkat harga umum meningkat , setiap unit moneter membeli barang lebih sedikit dan jasa . Pengaruh inflasi tidak merata dalam perekonomian , dan sebagai akibatnya ada biaya tersembunyi untuk beberapa dan manfaat kepada orang lain dari ini penurunan daya beli uang. Misalnya, dengan inflasi , segmen dalam masyarakat yang sudah memiliki aset fisik , seperti properti , saham dll , manfaat dari harga / nilai kepemilikan mereka naik , sementara mereka yang berusaha untuk mendapatkan mereka harus membayar lebih untuk mereka . Kemampuan mereka untuk melakukannya akan tergantung pada sejauh mana pendapatan mereka tetap . Misalnya , peningkatan pembayaran kepada pekerja dan pensiunan sering tertinggal di belakang inflasi , dan bagi sebagian orang berpenghasilan tetap . Juga, individu atau lembaga dengan aset tunai akan mengalami penurunan daya beli uang tunai . Kenaikan tingkat harga (inflasi ) mengikis nilai riil uang ( mata uang fungsional ) dan item lainnya dengan sifat moneter yang mendasari .
Debitur yang memiliki utang dengan tingkat nominal bunga tetap akan melihat pengurangan dalam "nyata " tingkat bunga sebagai tingkat inflasi meningkat Tingkat inflasi yang tinggi atau tidak terduga dianggap berbahaya bagi perekonomian secara keseluruhan . Mereka menambahkan inefisiensi di pasar , dan membuat sulit bagi perusahaan untuk anggaran atau rencana jangka panjang . Inflasi dapat bertindak sebagai hambatan pada produktivitas perusahaan dipaksa untuk mengalihkan sumber daya dari produk dan jasa dalam rangka untuk fokus pada keuntungan dan kerugian dari inflasi mata uang. Ketidakpastian tentang masa depan daya beli uang menghambat investasi dan tabungan. Inflasi dapat memaksakan kenaikan pajak tersembunyi, sebagai laba meningkat mendorong pembayar pajak menjadi tarif pajak pendapatan yang lebih tinggi kecuali kurung pajak diindeks terhadap inflasi.Dengan inflasi tinggi, daya beli didistribusikan dari golongan nominal tetap , seperti beberapa pensiunan yang pensiun tidak diindeks dengan tingkat harga , terhadap mereka yang berpendapatan variabel yang penghasilannya mungkin lebih baik mengikuti inflasi . Ini redistribusi daya beli juga akan terjadi antara mitra dagang internasional. Dimana nilai tukar tetap dipaksakan , inflasi yang lebih tinggi dalam satu ekonomi daripada yang lain akan menyebabkan ekspor perekonomian pertama untuk menjadi lebih mahal dan mempengaruhi neraca perdagangan.

2.2.9    Perkembangan Laju Inflasi di Jerman
Jerman merupakan Negara maju yang ada di Eropa.tidak memungkinkan bahwa Negara maju tidak mengalami inflasi.Laju inflasi di Jerman tercatat sebesar 1,24 persen pada bulan Oktober 2013. Laju Inflasi di Jerman dilaporkan oleh Kantor Statistik Federal. Jerman Inflasi rata-rata 2,49 Persen dari tahun 1950 hingga 2013 , mencapai semua waktu tinggi dari 11,40 Persen pada bulan November 1951 dan rekor rendah -7,63 Persen pada bulan Februari 1950. Di Jerman , kategori yang paling penting dalam indeks harga konsumen adalah perumahan , air, listrik , gas dan bahan bakar lainnya ( 31 persen) , transportasi ( 13 persen ) , rekreasi ( 12 persen ) dan makanan dan minuman non-alkohol ( 10 persen ) . Indeks ini juga mencakup aneka barang dan jasa ( 7 persen ) , pakaian dan alas kaki ( 5 persen ) dan kesehatan ( 4 persen ) . Sisanya 8 persen dari indeks disusun oleh : perabotan dan peralatan rumah tangga, komunikasi dan akomodasi dan jasa katering . Halaman ini berisi - Jerman Tingkat Inflasi - nilai yang sebenarnya , data historis , perkiraan , grafik , statistik , kalender ekonomi dan berita.
Jerman mengalami hiperinflasi pad atahun 1922-1923 yang menyebabkan munculnya Adolf Hitler yaitu tokoh utama munculnya Perang Dunia ke 2. Hiperinflasi tersebut disebabkan oleh harga naik trem dan daging sapi , tiket teater dan sekolah , koran dan potongan rambut , gula dan daging , akan naik setiap minggu , " tulis Xammar pada bulan Februari 1923. " Akibatnya tidak ada yang tahu berapa lama uang mereka akan bertahan , dan orang-orang hidup dalam ketakutan, memikirkan apa-apa kecuali makan dan minum. Hal tersebut karena mahalnya bahan makanan yang mereka konsumsi setiap harinya.Pada puncak krisis , tingkat inflasi berada di puluhan ribu - per bulan.
Hiperinflasi yang pernah ada menjadi trauma nasional yang melekat pada Jerman sampai dengan saat ini. Pengalaman tahun 1923 telah ke dalam jiwa Jerman. Ketakutan inflasi tersebar luas , dan ekonom Jerman merasa lebih berkewajiban daripada yang lain untuk bersedia melakukan stabilitas ekonomi. Benih-benih masalah ditaburkan bertahun-tahun sebelumnya . Memang pertama kali terjadinya inflasi digerakkan oleh Perang Dunia I , di mana Jerman menghabiskan sekitar 160 miliar mark pada laki-laki dan mesin , sebuah jumlah yang tak terbayangkan besar. Satu-satunya cara negara bisa membiayai ini adalah untuk memperoleh uang dengan cara yang tidak konvensional.
Pada tanggal 4 Agustus 1914, hanya tiga hari setelah Reich telah menyatakan perang terhadap Rusia, parlemen meloloskan serangkaian tindakan mata uang yang akan memiliki dampak yang mendasar pada pasar uang negara . Undang-undang baru ditangguhkan standar backing tunai dengan emas " sampai pemberitahuan lebih lanjut , " mengklaim bahwa " peningkatan yang luar biasa dalam catatan kertas unbacked " adalah " kebutuhan ekonomi " di masa perang. Dengan kata lain , Reich dimaksudkan untuk membayar upaya perang dengan mencetak lebih banyak uang." Ada titik di mana mencetak uang mempengaruhi daya beli dengan menyebabkan inflasi , " memperingatkan sosialis Eduard Bernstein pada tahun 1918 . Tapi kata-kata dan orang lain pergi diabaikan . Gunung catatan bank terus tumbuh , sementara volume barang berangsur-angsur menurun .

1 comment: